Cybercrime, Cara Alternatif Terorismeteks pengganti

Terorisme kini menjadi hantu yang menakutkan. Para teroris tidak memilah dan memilih korbannya, baik Muslim maupun non-Muslim: semua menjadi sasaran aksinya. Mereka juga sangat piawai menggunakan teknologi canggih. Untuk menggalang dana dan mengendalikan aksi terorisme, mereka menggunakan fasilitas internet yang dikenal sebagai cyber crime. Rupanya para pelaku aksi kekerasan itu bukanlah kelompok awam yang gagap teknologi.

Bagaimana mereka menggunakan kecanggihan teknologi dalam membuat keonaran? Berikut ini perbincangan Tim Reportase Center for Moderate Muslim (CMM) dengan Wawan H. Purwanto, pengamat intelijen beberapa waktu lalu:

Bagaimana Anda melihat penggunaan dunia maya atau internet dalam mendukung aksi terorisme, seperti pengendalian aksi teror oleh Imam Samudra dari dalam penjara melalui laptop?

Sebenarnya ini bukan hal baru dan sudah ramai dibicarakan serta diantisipasi sebelumnya. Pada tahun 2002 pun saya sudah ungkap penggunaan teknologi dan senjata yang bisa diproduksi sendiri, seperti antraks yang bisa diproduksi di garasi mobil serta akses mereka ke perakitan senjata, bahkan rudal. Seperti rudal RPJ dan Stinger yang bisa dipikul dan menembak pesawat. Hal ini telah diperhitungkan oleh aparat keamanan karena tugas mereka adalah memberi early warning (peringatan dini), problem solving (pemecahan masalah), dan forecasting (peramalan).

Jadi, sebetulnya intelijen negara-negera di dunia termasuk intelijen Indonesia sudah mengetahui hal ini sejak lama?

Sudah, aparat keamanan di semua negara sudah menyadari hal ini sejak lama.

Hanya saja mereka tidak menemukan bukti kecuali setelah mereka menangkap basah para teroris menggunakan teknologi tersebut. Benarkah demikian?

Aparat keamanan sebelumnya sudah melakukan upaya pencegahan penggunaan dunia maya dalam melakukan aksi terorisme. Sebelum Bom Bali I, aparat keamanan sudah melakukan usaha-usaha mencegah aksi terorisme melalui internet dan penggunaan warnet-warnet untuk mengendalikan aksi terorisme.

Terdengar kabar bahwa aparat kepolisian sempat kesulitan mendeteksi aliran dana untuk mendukung aksi terorisme. Apakah yang menyebabkan aparat kepolisian mengalami kesulitan?

Begini, kalau aliran dana para teroris diblokir pada satu lini, mereka akan mencari lini yang lain. Dulu, mereka menggunakan Atlansur Bank. Tapi setelah bank-nya diblokir dan aset-asetnya dibekukan, pelaku aksi terorisme mencari cara lain, yaitu via kurir. Tapi via kurir tidak dapat dilakukan lagi karena aparat intelijen bisa mengendusnya dengan menggunakan human intelligent. Kemudian mereka mencari cara baru, tapi bukan lagi fa’i, yaitu dengan merampok toko emas dan menggunakan hasilnya untuk biaya operasi mereka. Fa’i ini sudah mereka lakukan beberapa kali pada masa yang lalu. Cara-cara ini, akan meninggalkan jejak, seperti meninggalkan sidik jari atau selongsong senjata yang tertinggal di TPK (Tempat Kejadian Perkara) yang akan membuat mereka terlacak. Karena itu, mereka menggunakan teknologi cyber untuk mengumpulkan dana.

Tapi bukankah resiko terlacak dan ditangkap lebih besar dengan menggunakan dunia maya?

Mereka melakukan trial and error. Mereka menggunakan cara ini sebagai salah satu cara alternatif. Setelah penggunaan cyber crime untuk menggalang dana terendus, para teroris menggunakan cara-cara lain. Itulah sebabnya, kita mendorong aparat keamanan agar dua langkah lebih maju dari para teroris dan melakukan riset-riset unggulan tentang teknologi.

Runtuhnya gedung menara kembar WTC genap lima tahun. Bagaimana Anda melihat sumbangsih peristiwa ini dalam perubahan peta politik internasional?

Pengaruh peristiwa itu sangat besar sekali. Dengan peristiwa itu, Amerika mengobarkan pertempuran dengan statement “bersama saya atau berhadapan dengan saya”. Ini yang terus didengungkan dengan menyerang Afganistan dan Irak, bahkan sepertinya Amerika juga berencana menyerang Iran. Perlu kita ketahui, bahwa Amerika menghalalkan segala cara. Meskipun tidak mendapat restu PBB, dia tetap melakukan penyerangan. Ini yang dijadikan sandaran bahwa apa pun akan dilakukan Amerika untuk menjaga kepentingan nasionalnya. Hal ini semakin dikuatkan dengan adanya UU Patriot X yang menyebabkan lahirnya penjara Guantanamo, dimana orang-orang di penjara tanpa proses pengadilan, tanpa batas waktu yang jelas, dan tanpa ada akses kepada pengacara. Maka saya katakan, peristiwa 11 September telah mengubah peta dunia. Amerika memberikan bantuan besar bagi negara yang bisa diajak kerjasama.

Masalah terorisme merupakan masalah yang sulit bagi pemerintah Amerika. Jika pemerintah Amerika diam, maka citra pemerintah Amerika jatuh di mata rakyatnya. Tapi harga yang harus dibayar juga sangat mahal. Kita tahu bahwa tentara Amerika yang tercatat tewas ada 2.647, itu yang tercatat. Yang tidak tercatat (angka sebenarnya-red) mungkin disembunyikan karena sangat berpengaruh di publik Amerika sendiri.

Apakah Anda melihat kepentingan-kepentingan lain yang dibungkus dalam kebijakan antiteror?

Benar, saya melihat kecenderungan “Barungsinang”, sekali mendayung dua atau tiga pulau terlampaui. Penguasaan aset-aset minyak di Irak menyebabkan harga-harga minyak naik 100 persen. Ini merupakan hal yang tak terbayangkan. Tapi sekarang negara lain sudah beralih ke energi alternatif, misalnya Indonesia mengembangkan bio diesel dari kelapa sawit dan minyak jarak. Perubahan ini sangat membuat gundah negeri Paman Sam karena energi ini (minyak tanah-red) tidak cukup ampuh di masa yang akan datang setelah negara-negara lain mengembangkan energi alternatif.